Rabu, 15 Oktober 2008

Semesta, manusia, dan Hidup

Petang itu, bersama teman-teman saya bertandang ke Rumah seorang profesor bijak, yang merupakan orang tua kami di Jogja, untuk bersilaturahim dan mentradisikan semangat Idul Fitri dan saling berucap maaf.
Setelah dipersilahkan untuk duduk, obrolan kecil pun mulai berjalan. Hal-hal sepele pun terpaksa dijadikan bahan pembicaraan. Namun, pembicaraan mulai menarik, ketika salah seorang teman saya dengan sedikit begurau, dia memohon didoakan agar segera diberi jodoh.
Dengan senyum kecil, bapak bijak langsung merespon dengan kalimat,"nggak usah khawatir, jodoh sudah pasti." Setela itu beliau mulai menuturkan hal-hal lain yang berisi nasihat-nasihat bijak pada kami. Mulai dari merefleksikan hidup, bahwa dalam dunia ini, begitupun hidup kita, tak pernah ada sesuatu pun yang muncul atau terjadi secara tiba-tiba, Semua telah terencana dan diatur, siapa lagi kalau bukan oleh Dzat Ynag Maha Pengatur. Kelahiran kita yang terjadi pada suatu hari pada saat yang lalu, serta siapa yang akan melahirkan kita, bagaimana kita dilahirkan, siapa yang membantu proses melahirkan, bahkan di mana kita dilahirkan, semua telah ditentukan oleh Allah. Tak akan ada yang bergeser dari ektentuannya tersebut. Usia yang saat ini bergelut dengan masa yang manusia lewati, telah dipastikan akan sampai kapan berakhir. Banyaknya riszki serta profesi apa yang akan kita sandang untuk mempertahankan hidup, semuanya telah Allah plotkan dengan apik. Begitu pula masalah jodoh, yang kebanyakan kita masih agak ragu untuk tidak mencobanya dengan usaha-usaha yang sudah dianggap biasa, seperti pacaran.
Setelah panjang lebar membicarakan hal itu, beliau pun beranjak pada topik pembicaraan yang tak kalah menarik, yaitu tentang keterkaitan antara alam sekita kita dengan hidup serta regulasi yang mengaturnya. Matahari, bulan, dan bumi yang menjadi penyerta terbesar kehidupan manusia, rupanya mempunyai peran yang tak hanya sebagai organ tata surya. Malah lebih dari itu. Matahari yang merupakan sumber cahaya dengan panasnya yang membara, merupakan dzat yang dapat memberikan pengaruh emosi pada manusia. jadi, semakin lama kita mendapatkan timpaan cahaya matahari, maka akan semakin banyak butir-butir energi yang dapat meningkatkan emosi dalam diri kita. Di samping itu, matahari pun merupakan benda langit yang menjadi penentu waktu. Posisinya menjadikan waktu dalam sehari terbagi-bagi. Maka, dengannya Allah mewajibkan manusia untuk mengerjakan sholat sebanyak lima kali untuk mengontrol energi matahari tersebut.
Bulan yang selain menjadi penerang ketika malam, adalah bagian semesta yang dapat menentukan masa dalam setahun, yang terbagi dalam bulan-bulan. Karena hal itulah, Allah pun mensyari'atkan pada manusia untuk mengiringinya dengan melaksanakan puasa dalam salah satu bulan, yaitu pada bulan Ramadlan, pergi haji ketika bulan Dzulhijah.
Bumi yang dengan luas Allah hamparkan, marupakan ladang terbaik yang Allah ciptakan untuk manusia dapat mengais berkah darinya berupa penghasilan. Untuk mengingatkan akan siapa yang menganugerahi semua itu, Allah memberi peringatan kepada umat manuisa untuk berzakat, membersihkan harta serta diri kita.
Di sekitar kita pun ada api dan air. Sifat api selain panas, adalah akan bergejolak ke atas. Api pun identik dengan amarah, ambisi, serta emosi. Tak heran jika seseorang yang sudah diliputi oleh ambisi serta emosi yang tinggi, maka dia seakan bergejolak untuk selalu ingin di atas dan tidak ingin kalah. Sedangkan air yang dengan kesejukannya, bersifat mengalir ke area yang lebih landai dan menyebar ketika berada pada daerah yang luas, serta mengaliri langsung media yang ditempatinya, sebagai contoh air pegunungan akan mengalir pada daerah yang lebih rendah serta air sungai akan melaju ke laut yang luas, tetapi selalau mengalir langsung di tanah. Orang yang berusaha mengendalikan dirinya seperti halnya air yang mengalir dan menyejukkan, akan selalu mempertimbangkan segala sesuatu agar selalu stabil, atau jika dikaitkan denmgan air, selalu menyejukkan, dan tidak berambisi untuk menjadi yang di atas.
Masya Allah, dengan sangat antusias saya menyimak kata demi kata yang mangalir dari bapak yang walaupun telah meraih gelar prestisius serta pernah study di Perancis sana tetapi mengaku tidak merasa siapa-siapa setelah mendalami agama.
Saya berfikir, mengapa kita tidak peka terhadap lingkungan sekitar kita. Tidak hanya bertanggung jawab untuk menjaga dan melestarikan alam, tapi kita pun seharusnya menggali filosofi luar biasa darinya.
Umar Vaza

Tidak ada komentar: